Mengumpulkan Jejak Batik Indonesia

Rasanya lemari kosan ini semakin penuh, sampai rada jebol belakangnya. Biasanya, lemari mahasiswa semester akhir seperti saya ini berjejalan kaos era 2007an sampai sekarang. Tapi mungkin saya ini anomali ditengah-tengah kegaulan anak (kuliahan) Bandung yang biasanya penuh dengan koleksi kemeja-kaos distro. Lemari saya dipenuhi dengan batik, mulai dari batik printing – di saat saya masih bodoh membedakan batik. kemudian ada juga batik tulis -di saat saya berada di titik ketajiran- dan batik cap. Yang terakhir adalah batik rombengan -di saat temen-temen cewek nyumbangin kain bekasnya ke saya- yang mungkin suatu hari nanti bakal jadi sesuatu.

Sampai sekarang nih ya, saya ingin sekali mengunjungi daerah-daerah penghasil batik dari Indonesia Timur sampai Indonesia Bagian barat, dan memajangnya di lemari jati ukir di rumah saya nanti kalo udah nikah (lemarinya aja belum beli). Sekarang udah ada 10 Batik Indonesia nih yang udah jadi koleksi. Jadi, sekarang saya akan menceritakan 5 kisah tentang perjuangan seorang insan yang berusaha mengumpulkan jejak-jejak batik di Indonesia.

Sudah siap? Let me begin the story.

KUDUS Kota Kretek

Kudus, pertama kali terbayang di benak saya adalah rokok. Bagaimana tidak, ketika baru sampai, saya langsung disuguhi lintingan tembakau. Namun Kudus tak hanya menyimpan pesona rokok kretek saja; masih ada daya tarik yang lain seperti meubel, soto kudus, dan batik. Iya, Batik Kudus. Pernakahkah melihat Batik Kudus?

Kalau dilihat dari sejarahnya, Batik Kudus sebenarnya sudah ada sejak 1930an (Kompas, 29 November 2011), tapi karena desakan ekonomi, Batik Kudus sempat lumpuh selama puluhan tahun. Padahal Batik Kudus merupakan bagian penting dari sejarah Batik Indonesia karena dahulu pemrosesan warna biru pada Batik Tiga Negri -Batik yang tiga pewarnaannya dilakukan di tiga tempat yang berbeda: Lasem, Pekalongan-Kudus, dan Solo-Yogya. Batik Kudus menjadi simbol pencampuran Kebudayaan Arab dan Kebudayaan Cina, yang membangun Kudus sebagai Kota Kretek. Kabar gembiranya, sejak tahun 2008 Batik Kudus diaktifkan kembali, salah satunya dengan bantuan CSR Djarum Apresiasi Budaya.

Diawali dengan googling, saya menemukan website tentang batik Kudus. Sayangnya saya tidak bisa langsung ke kudus karena berat diongkos. Kebetulan waktu itu, ada teman-teman saya dari Bandung dan Kudus yang sama-sama mau ke Semarang buat acara Wawasan Kebangsaan dari Djarum Beasiswa Plus. Yasudah, saya nitip.

Dari beragam motif khas Kudus yang teman saya tawarkan lewat tag facebook -seperti motif jenang Kudus, menara kudus, daun tales, daun tembakau- saya tertarik dengan motif yang satu ini, motif tari kretek. Gara-gara lihat Artika Sari Devi memakai pakaian tradisional Kudus yang sama dengan pakaian para penari Tari Kretek ini. Tari Kretek ini merupakan tarian kolosal asli Kudus yang menggambarkan proses pembuatan rokok secara tradisional. Jadi motif ini cukup mewakili Batik Kudus.

Batik ini dibeli pake acara ujan-ujanan, harus ke kotanya pula. Gara-gara dititipin ke sana kemari, ada kali ya satu bulan baru sampe. Then, I got it. Batik ini bagi saya jadi simbol persahabatan antara teman saya yang di Kudus dengan saya.

Batik Kudus

                   

SOLO Spirit of Java

Halo Pak Jokowi, gimana perkembangan Esemka? J. Solo Kota yang rapi telah mencuri perhatian dunia lewat Solo Batik Carnival yang diadakan bulan Juni tiap tahunnya. Selain itu, pasar Klewer, Kampung Batik Laweyan, dan Museum Batik Danar Hadi menjadi daftar tempat-tempat yang wajib dikunjungi oleh para pecinta batik. Ada yang sudah pernah ke sana?

Ceritanya, temen saya yang dari Bandung lagi ada acara di Jogja. Saya kenalin temen saya ini ke temen yang dijogja biar ada tumpangan nginep. Dari nilai persahabatan inilah perjalanan mencari batik di mulai. Mereka bukan cari batik ke Jogjanya, tapi ke Solo. Mereka naik motor rame-rame, saat itu mendung, tapi hatinya nggak ikut mendung #eeaa. Perjalanan kurang lebih satu jam dengan mata yang ndusun si temenku ini melihat alangkah rapihnya Solo (Katanya, soalnya saya belum peranh ke sana). Sampai Solo, bressssss… kehujanan deres banget, basah-basahan. Untung mereka sudah sampai ke Pasar Klewer. Walau sebentar, mereka berusaha untuk tidak mudah terjebak oleh para penjual batik di sana. Tipsnya adalah kalau mau belanja di pasar Klewer, kita yang harus pinter memilih mana yang printing, cap, dan tulis. Soalnya, kadang penjual semaunya ngasih. Bisa-bisa kejebak batik printing harga ratusan ribu. Satu jam di Solo untuk dua kain batik.

Ini batik hasil hujan-hujanan di Solo, namanya batik Sido Luhur. Artinya kurang lebih berada tempat yang tinggi dan menjadi contoh di masyarakat. Kadang membeli batik dengan motif tertentu adalah semacam doa, agar bisa seperti apa yang dicita-citakan pembuat motifnya zaman dahulu. Saya suka warna sogan (cokelat) dan hitamnya, biar seperti orang-orang dulu. Rencananya saya mendesain batik ini menjadi blazer, biar agak adaptable. Terimakasih Wana dan Goro atas perjuangan menembus hujannya.

Motif Sidoluhur Solo

CIAMIS Pintu Gerbang Timur Jawa Barat

Pernah ke pantai Pangandaran? Di Kabupaten Ciamis inilah pantai ini berada. Selain karena pantainya yang elok dan menghadap ke Samudra Hindia, Ciamis juga memiliki batik. Saya pernah membaca buku Batik Tatar Sunda yng menyatakan bahwa ada Koperasi Rukun Batik yang merupakan bukti sejarah kejayaan Batik Ciamis era 1960-1980. Dahulu, Batik Ciamis menjadi pesaing batik Solo, Pekalongan dan Jogja. Namun karena krisis moneter, produksinya dihentikan. Tapi beberapa tahun terakhir, Yayasan Batik Jawa Barat (YBJB) membantu membangkitkan lagi batik Ciamis.

bersama YBJB, waktu itu saya diundang untuk menghadirI launching Batik Kota Banjar. Waktu acara peresmian ini, ada beberapa stand batik dari Kabupaten tetangga, salah satunya dari Ciamis. Saya lihat warna batiknya yang didominasi cokelat klasik dipadukan dengan warna merah, kuning, dan hijau pada motif kumeli (kentang), lereng batu hiu (nama pantai), dan ciung wanara (legenda Kerajaan Galuh Pakuan). Tadinya saya mau beli batik yang Ciung Wanara, tapi karena warnanya terlalu gelap untuk kulit saya, jadi saya beli yang ini, batik parang sontak. Gak tau kenapa, setiap beli motif lereng atau parang itu kalau saya pake jadi kelihatan gagah ganteng gimana gitu. Saya beli batik parang sontak tadi di stand Koperasi Rukun Batik yang saya ceritakan tadi. Rasanya sayang banget kalau kain batik ini harus dijadikan baju. Kadang batik itu bagus kalo dibiarin terbentang, daripada dipola untuk jadi baju. Agree?

Parang Sontak Ciamis yang elegan

CIREBON ada Trusmi: Terus Bersemi

Tahukah kamu kalau di Cirebon ada motif batik yang menggambarkan satu makhluk yang terdiri dari badan 3 binatang?. Itulah Paksi Naga Liman. Ini adalah salah satu motif dari Keraton Cirebon yang pernah dibuat. Selain di Keraton, batik juga dibuat di Trusmi.

Ada yang pernah ke Trusmi? Sebut saja Trusmi adalah Laweyannya Cirebon. Di sinilah batik megamendung dan kumpeni dibuat. O iya, saya baru tahu kalo Trusmi itu di Kabupaten Cirebon, bukan di kotanya. Ke Trusmi waktu itu adalah demi melepas rasa penasaran “Emang ada ya batik di Cirebon?” Perjalanan kira-kira 5 jam dari Bandung, disopirin mamahnya teman. Malu sekali saya gak bisa nyopir. Wisata kuliner dulu, lalu menyusuri Trusmi. Saya menyadari bahwa banyak dari penjual batik ini yang masih satu keluarga. Yang samping adiknya, yang depan kakaknya, sampingnya lagi kakak iparnya, dst. Jadi  wajar kalo rada-rada mirip. Setelah berjelajah sekitar satu jam, saya beli batik megamendung. O iya, perjalanan ini dilengkapi dengan pengalaman suruh nyuci mobil sebagai laki-laki yang useless gabisa nyetir.

Motif batik pasti gak asal dibuat, pasti ada unsure semiotika di dalamnya, begitu juga dengan megamendung ini. Megamendung adalah motif akulturasi kebudayaan Cina. Motif ini terinspirasi dari Kedatangan Putri Ong Tjien dari China yang mengejar Gunung Jati. Motif ini juga menggambarkan kehidupan umat manusia dari lahir, tumbuh dewasa dan sampai menutup mata yang diilustrasikan dari lekukan awan dan gradasinya. Mencari batik ini tidak sulit koq, karena hamper di setiap took ada. Yang sulit adalah mau beli yang mana. Bagus-bagus semua. Dan, ni dia sudah jadi kemeja.

Megamendung Cirebon. Awesome 🙂

GARUT Jelajah Dodol dan Chocodot

Apa yang akan menyambut kamu ketika sampai di Garut? Dodol, Bakso, Chocodot, Saung Sunda, apalagi ya? Batik dong tentunya. Pernah mendengar Merak Ngibing? Dalam Sejarah Batik Tatar Sunda, motif Merak Ngibing adalah motif klasik yang menggambarkan sepasang merak yang menari. Warna batik klasik Garutan didominasi oleh warna kuning gumading (kuning gading) pada latarnya, dan warna biru tua serta merah muda pada coletan dan celupannya. Beberapa batik Klasik ini masih bisa ditemukan dan diproduksi di jalan Papandayan dan Kampung Sisir.

Ceritanya nih habis Kondangan ke Garut, saya dan empat teman saya jalan-jalan keliling kota. Mampirlah kami ke kampung sisir ini. Di gang sempit ini, saya menemukan koleksi lengkap Batik Garutan. Ada batik satu warna yang girly– seperti pink, hijau muda, biru, orange dan biasa dipadupadankan- ada juga yang klasik. Nah, duit di dompet masih ada, sengaja nabung dari penghasilan part time dan finally i chose batik domba garut. Pengen dibikin jaket nih, kayanya bagus. Di Jawa Barat ada budaya mengadu domba – dombanya didandanin biar ganteng 🙂 – dan masih bertahan sampai saat ini.

O iya, saya juga sempat ngobrol dengan pemilik batik Garutan di Kampung Sisir ini. Bahkan beliau menunjukan dokumentasi batik-batik klasik yang pernah dibuat. Jadi tau banyak tentang cerita dibalik motif-motif yang dibuat, jadi bisa cerita ke teman-teman yang lain juga. Jarang-jarang ada penjual batik yang bisa bercerita banyak tentang batik. Kalau bukan kita yang jadi penyambung cerita, siapa lagi?

yang ada dipundak: Batik Domba Garut

CIMAHI Kotanya Kang Entis Sutisna

Hayo, siapa coba Entis Sutisna? Dia adalah Sule. Dia berasal dari kota Kecil di sebelah barat Kota Bandung. Cimahi adalah daerah militer. Oya, tahukah kamu apa makanan pokok warga kampung Cirendeu? Sampeu atau singkong jawabannya. Dengan karakteristik kota yang unik ini, Batik Cimahi diciptakan atas bantuan Seniman Batik Bapak Komarudin Kudiya. Ada motif daun sampeu, ciawi tali, peluru/militer, rereng kujang, dll.

Suatu hari di waktu senggang, saya berkelana naik angkot sendirian ke Jalan Pesantren, mencari tempat bernama Lembur Batik Cimahi. Setelah  tanya-tanya orang, akhirnya masuklah saya ke bangunan putih berarsitektur Belanda. Tempatnya adem, dibelakang ada ibu-ibu sedang nyanting dan akang-akang sedang ngecap. Hari itu saya beruntung. Saya mendapatkan baju batik tulis yang dibatik sebelah kanannya saja. Simple tapi bagus, jadi saya sering pakai untuk main dan ke kampus. Ini dia motif Rereng Kujang yang saya beli. Senjata tradisional Jawa Barat yang tersusun rapi di batik ini. 🙂

Batik Rereng Kujang Cimah

Alhamdulillah, dari Cimahi ke kosan mah tinggal naik angkot 2 x. Kalo sudah ngomongin angkot artinya perjalanan sudah berakhir. So, kawan, inilah perjalanan saya berjelajah Batik Indonesia di tanah Jawa. Kalau koleksinya sudah banyak, pasti nambah banyak juga tulisannya. Ada cerita di balik cerita. Ada pengalaman tak terlupakan di setiap mendapatkannya. Ada selembar pengetahuan di setiap perjalanannya. Perjalanan ini masih panjang. Saya masih ingin mengumpulkan jejak batik ini selagi muda. Saya berbagi, dan kamupun bisa berbagi untuk saya, untuk kita. Salam kenal, YOGI :).

“Batik adalah karya luhur sebuah pengabdian abadi”- Raden Anggoro Putro Wibowo

___________________________________________________________

Disertakan pada lomba Blog Entry bertema Batik Indonesia, kerja sama Blogfam dan www.BatikIndonesia.com