Sebuah Paket dari Vioni

Tak biasanya saya mengunjungi SD tempat Bapak saya mengajar dulu. Pasti ada alasannya. Sore hari sebelumnya ibu saya bilang kalau ada paket dari Bandung tapi tidak tau dari siapa yang dititipkan lewat salah satu guru di SD itu. Terakhir kali mengirimkan paket lewat SDN 1 Pasirukir adalah pada waktu saya mengirim dokumen surat keterangan kuliah untuk keperluan tunjangan anak Pegawai Negeri. Kenapa lewat SD, dan nggak langsung ke rumah? Karena komplek rumah di Desa Panutan tidak ada plang nama jalan. Jelas saja akan membingungkan Pak Pos. Jadi, untuk memastikan paketnya benar-benar sampai, dikirimkan lewat alamat itu.

Vioni knows that I love batik so much

Vioni knows that I love batik so much

Asing sekali rasanya memasuki SD itu, warna catnya sudah beda, terlihat fresh. Murid-muridnya sangat lebih banyak dan sebagian kelas sudah dikeramik. Saya bertemu dengan seorang guru dan bilang kalau mau mengambil paket yang katanya buat saya. Saya buka kotaknya, ada foto saya, ada nama alay saya yogiE (E nya harus huruf besar), dan saya menebak siapa lagi kalau bukan anak-anak debat Tarbak.

SELEN, atau kiri kanan beda. Tapi dipakai juga, ngapain malu. Buat maen

SELEN, atau kiri kanan beda. Tapi dipakai juga, ngapain malu. Buat maen

Sebuah sepatu lukis bermotif batik, beda warna dan beda motif, motif kawung di kanan, dan motif lereng tasik di kiri. Sepatunya lucu, unik, dan ternyata dilukis sendiri. Saya tak tahu kenapa ukuran sepatunya pas, mungkin anaknya tahu karena badan saya kecil, ukuran sepatunya juga kecil, precise size. Makasih banyak ya Vioni, I like it. Tau aja saya suka batik. Semoga ini menjadi penyambung keakraban kita. Sepatu lukis ini semakin membuat saya rind Umasa-masa mengajar debat Bahasa Inggris di SMA Taruna bakti dengan murid-murid debat yang super jenius dan rendah hati. Tentu pengalaman-pengalaman besar mulai dari Saturday Class, Friendly match, perlombaan, hingga ngobrol-ngobrol santai di KFC Jalan riau atau tempat makan sekitaran R.E Martadinata. Dua tahun yang luar biasa, dan akhirnya saya tidak bisa mengajar lagi di sana.

Vioni, me, and Mahat

Vioni, me, and Mahat

Thanks VINIOOOOO…

Aku Berpikir, Maka “Griya Batikly” Ada

I love batik very much. Entah bagaimana menggambarkan kecintaan saya terhadap batik. Meskipun belum tau banyak tentang sejarahnya ataupun teknik pembuatannya secara detail, saya setidaknya tahu batik itu apa dan motif-motif sederhananya. Iya, kain yang memiliki proses pewarnaan melalui proses celup rintang menggunakan malam ini sangan Indonesia. Setiap motif yang dibuat menggambarkan filosofi kehidupan dan kebudayaan setempat.

Kurang lebih satu tahun yang lalu saya berpikir, apa yang bisa lakukan untuk Batik dan dengan Batik. Sebenarnya batik juga bukan sesuatu yang sangat urgent, katakanlah, untuk di promosikan sekarang karena semenjak 2 Oktober 2009 lalu, batik sudah masuk ke dalam daftar warisan budaya tak benda UNESCO. Orang-orang sudah kenal batik dan banyak yang memakai batik, misalnya hari Senin dan Jum’at. Tapi saya berpikir lagi, bagaimana agar batik itu beda, bagaimana saya bisa keluar dari mindset “batik hanya untuk kondangan atau acara resmi saja”. Sedikit survey saya bertanya ke beberapa teman “pada saat apa kamu memakai batik?” jawabannya: “waktu kerja di hari Jum’at dan ke kondangan dan ke seminar dan ke kampus”.

Berangkat dari situ, saya dan rekan-rekan saya berpikir untuk membuat konsep baru pada batik. Mungkin yang season1 ini belum terlalu keluar dari mindset kebanyakan orang, tapi ada yang BEDA. Kami mencoba memberi warna dan desain-desain yang tidak biasa pada batik.

Saya dan rekan-rekan saya akan terus berinovasi, menciptakan produk-produk baru tentang batik yang bisa dipakai saat formal maupun santai, yang tidak hanya baju, tetapi yang lain di rumah batik yang kami beri nama “Griya Batikly” atau di facebook sell.indonesia@yahoo.com . Karena aku terus berpikir, maka Griya Batikly ini ada dan terus akan berkembang memberi warna baru untuk para jiwa muda.

Salam Batik