Kembali ke kehidupan 5 tahun yang lalu

Tak terasa saya hampir 5 tahun tinggal diBandungdan menghabiskan waktu saya untuk menyelesaikan kuliah S1 di Bahasa dan Sastra Inggris UPI. Dulu saya pernah bilang kalau “Lampung itu tak terlupakan, tapiBandungadalah segalanya”. Bagaimana tidak, saya terus terang sangat lebih menyukai tinggal diBandung, dengan ketersersediaan dan kemudahan akses untuk belajar, menimba ilmu, mencoba makanan baru, mengupdate fashion, dll. Kondisi yang bisa dibilang jauh berbeda dengan tempat tinggal saya di Lohjinawi yang lumayan gersang, jauh dari modernisasi, dan jauh dari tempat kuliah. Bagi warga pendatang, banyak sekali kesenangan yang bisa diperoleh, dengan memanfaatkan uang kiriman orang tua J (Yap, fakta yang tidak bisa disangkal). Di sinilah selamalimatahun saya diuji apakah kondisi ini memicu para pendatang untuk meminta uang tambahan atau pura-pura minta uang kuliah tambahan padahal uangnya dipakai belanja. Alhamdulillah saya bisa melewatinya. Saya tetap bisa main tanpa melakukan hal-hal durhaka tersebut.

Mungkin kalimat saya itu terkesan enteng untuk bilang Bandungadalah segalanya. Kondisi saat kuliah memang bisa dibilang sedikit tanpa beban, hanya disuruh belajar di kampus sampai lulus dengan nilai baik. Tapi sekarang kata-kataBandung adalah segalanya harus ditarik lagi. Sekarang orang tua menarik pelan-pelan kiriman mereka, let me be independence financially. Dan, rasanya berat juga tinggal diBandung ketika belum mendapatkan pekerjaan. Kerja freelance mengajar yang saya lakukan sangat belum cukup untuk memenuhigaya hidup diBandung. Malah sekarang saya lebih enak tinggal di rumah. Tak usah memikirkan uang kosan, uang makan. Ditambah ada tv dan motor, jadi bisa kemana-mana.

Ya, untuk sementara ini, diwaktu transisi kuliah menuju kerja tetap ini, memang banyak sekali hal-hal baru yang dating yang harus segera dipahami. Ditambah label yang harus diterima sebagai orang yang lebih akademis dan bisa berbaur dengan masyarakat.

Satu minggu setelah siding saya kembali ke Lohjinawi dan mendadak menjadi kepala keluarga. Akhirnya setelah satu bulan lebih bersama kakak untuk penyembuhan operasi pasang selang dikepala, ibu saya kembali lagi ke rumah setelah saya pulang.Ada“punjungan” atau hantaran, tiba-tiba disuruh kondangan.Adaselametan tetangga, ya disuruh kenduri.Adabelakang rumah yang tidak beres, ya dicoba dibereskan sebisanya. Dan ketika saya tidak bisa melakukannya, tetangga banyak yang ngenyek “Ya seharusnya lu bisa lah”. Dafuq juga. Labellingnya kuat sekali kalau di sini. Karena lebih banyak image kuliah, ketika saya pegang gabah (padi) aja, dibilang “Nanti kotor yog”, ketika bantu nyetak genteng “O bisa toh yog” MBAHMUUUUUU…….. Ya pelan-pelan menyesuaikan pasti terbiasa. Tidak perlu takut hujatan-hujatan begini. Kembali ke kehidupan 5 tahun yang lalu yakni kembali ke Lohjinawi dan mulai mingle dengan masyarakat yang semangat gotong royongnya masih sangat kuat (begitu juga dengan labeling dan gosipnya).

Lohjinawi 12:09, harus ke warnet untuk posting.

Sudah Jadi Apa?

Ceritanya pagi ini saya mengantar adik kelas SMA saya ke kampus barunya. Dia baru saja lulus SNMPTN di Sastra Inggris UNPAD. Pagi yang menyenangkan di Jatinangor. Saya juga jadi ingat 4 tahun yang lalu dijemput pagi-pagi di jalan ambon untuk siap-siap ke UPI.

Patinya ada perbedaan ketika menjadi siswa dan menjadi mahasiswa. Mungkin bagi saya, adik kelas saya, dan mungkin teman-teman saya yang kampusnya jauh dari rumah, pasti mereka rela meninggalkan orang tua. Kehidupan baru dimana harus betah ngekos dan bisa mulai mandiri ditengah keluguan lingkungan belajar dan lingkungan kehidupan yang baru.

Ketika masih awal-awal, banyak yang terlihat cupu, gaptek, tidak kenal angkot, jarang punya teman, mudah terpengaruh dan lain-lain. Kehidupan ala mahasiswa banyak menawarkan pilihan jalan. Seorang anak yang dianggap pendiam saat SMA, bisa jadi anak yang cukup kritis di kelas. Anak yang dulunya pakaian seadanya, sekarang terlihat modis berlebihan diantara teman-temannya. Dulunya yang tidur jam8 malam, sekarang bisa pulang pagi habis dugem. Dulunya yang makan seadanya, sekarang maunya makan di fastfood restaurant yang minimal 20.000 rupiah sekali makan. Atau sebaliknya. Dulunya yang berpakaian biasa menjadi berjilbab. Dulunya yang sering minta uang orang tuanya sekarang sudah bisa kerja sendiri sedikit demi sedikit. Dulu yang SMAnya pendiam kupu-kupu sekarang ikut organisasi aktif di kampus. Everything is possible. Semua ada di tangan kita. Sekarang kita jadi apa dari apa?

Sembari mengingat ketika orang tua mengizinkan kita kuliah sejauh ini “Bapak Ibu nggak apa-apa koq ditinggal kamu, itu cita-cita kamu di sana yang harus kamu kejar, kamu pengen dapet gelar di kampus favoritmu kan?” kurang lebih begitulah perkataan orang tua. Mereka juga berpesan “Ya Bapak dan Ibu sebisa mungkin mencari uang sana-sini agar kuliahmu lancar dan bisa berkecukupan di sana” Hm…saya sedih jika mengingat kata-kata itu.

Ketika kuliah, kita ingin menghasilkan sesuatu. Ya memperoleh gelar, membanggakan orang tua, memandirikan diri, dan mencari teman. 4 tahun/lebih adalah waktu yang cukup yang harus dipakai. Di akhir tahun saya berkuliah S1, saya ingin mengenangnya dengan manis, banyak pengalaman dan mewujudkan setidaknya 4 target tersebut. 4 tahun ini saya mencoba berkarya pelan-pelan, bagaiamana dengan tahun-tahun yang kamu lewati?

Key Points di KKN saya

Saya jadi ingat masa KKN saya bulan Juli-Agustus 2010 lalu. Sekarang sudah mau Juli lagi, berarti sudah hampir satu tahun. Sedikit ngasih gambaran dan pengalaman KKN saya yang selama 40 hari itu tinggal di desa Ciater, kecamatan Ciater, Kabupaten Subang.

1. Tempat tinggal. Buat yang harus mencari sendiri tempat tinggal selama KKN (soalnya ada yang sudah disediakan oleh pihak kampus) bisa cari beberapa alternatif. Pertama, kamu bisa minta rekomendasi dengan Pak Lurah atau Pak RTnya di sana. Siapa tau bisa tinggal satu rumah dan free of charge. Kamu juga bisa nyewa rumah yang layak dan strategis dengan kantor desa, SD, dan masjid. Karena mau tidak mau ketiga tempat itulah yang akan sering dikunjungi. Kalau kelompok saya dulu diberi keleluasaan untuk tinggal di kantor PKK. What?? Jadi kantor PKK itu sudah menjadi langganan anak-anak KKN taun-taun sebelunya. Tempatnya sangat layak dan saya betah di sana.

2. Politik. Mungkin tidak banyak yang tahu kalau perpolitikan di sebuah desa juga tak kalah seperti di kancah country-level. Pasti ada yang tidak suka dengan beberapa pejabat. Ada untungnya waktu itu saya tinggal di kantor PKK, karena bisa setidaknya agak netral. Dan tugas kita juga tidak untuk memihak, tapi melaksanakan program pemberdayaannya. Bahkan kita sama sekali tidak tau track record sebuah desa apakah dulunya pernah konflik atau tidak. Ada baiknya untuk mulai mencari tau dengan cara yang baik, tapi jangan mudah terprovokasi.

3. People perspectives. Ini klasik sih dan tetap saja kejadian. Mungkin orang-orang masih menanyakan ke-multitalented-an kamu.  Yap, hari pertama dimana saya hanya ingin observasi PAUD, malah suruh langsung kasih materi. Dan saya harus tetap menjaga sikap. Lakukan apa yang kamu tau. Pelajarannya adalah PAUD akan menjadi salah satu sasaran program kamu apapun jurusan kamu, jadi mulai diperisapkan game, lagu, cerita dan materi yang aplikatif. Dalam kasus ekstrim, ada beberapa desa yang menginginkan bantuan dana dari KKN. Ya, seperti pengalaman teman-teman saya di beberapa desa yang lain. Atau mengharapkan pinjaman uang dari anak KKN karena faktor kesudahdekatan mungkin.

4. I was a selebriti. Agak lebai sihm tapi ini yang saya rasakan ketika mengajar. Saya tidak terlalu suka sepakbola, tapi saya dan teman-teman aya harus menggiring anak-anak ke lapangan (di hari pertama kunjungan ke sekolah).  Kita akan mudah sekali dikenal. Hampir setiap siswa yang diajar akan hafal ke 10 anggota kelompok kita. Yang sangat tak terkupakan adalah ketika kita masuk gerbang, puluhan tangan menyalami saya dan bilang “Kak yogi….”, it happened in every school time. Kita boleh dekat dengan murid, tapi harus tetap tegas jangan sampai mereka manja karena kedekatan kita. Kehadiran mahasiswa KKN di sekolah, di banyak pengalaman teman-teman saya, akan memberi suasana baru yang pasti mereka tunggu-tunggu tiap tahun. Apalagi ketika kita bisa mengajak mereka tertawa.

5. Mereka menunggu. Bagi desa-desa yang sudah pernah di-KKN-in mereka pasti akan bosan dengan penyuluhan, pengelolaan sampah dan lainnya. Mereka menunggu-nunggu program baru dari kita. Overall kegiatannya akan berkutat pada kegiatan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kalo memungkinkan, kamu bisa mengadakan bazar bersama warga, mengadakan pertandingan membuat kue, pelatihan kreatif, dll.

6. Posisikan timmu. Banyak sekali permintaan warga mulai dari ingin ada PAUD, mengajar semua kelas, mengajar ngaji, datang ke TPA, mengelola sampah, membantu posyandu, sampai mengembangkan ekonomi kreatif. Dan pastikan kamu tidak kewalahan. Tidak perlu semua permintaan itu dipenuhu karena kapasitas tenaga yang kita miliki. Karena 10 orang bukan jumlah yang banyak. Harus ada yang piket (masak bersih-bersih), koordinasi dengan pemerintah desa, dll.  Saat kunjungan pertama ke sekolah, saya dan teman saya langsung bilang, dari 10 anggota ini, hanya 4 yang akan mengajar, dan tidak di semua kelas, dan semua mata pelajaran. Kami membantu di bagian yang memang urgent untuk dibantu. Maka dari itu, kami hanya mengajar Bahasa Inggris dan Olahraga untuk kelas 4, 5, dan 6.

Comfort Zone 1: Kuliah

Menurut saya, yang namanya kuliah pasti banyak tugasnya. Sementara banyak stereotype tentang anak kuliah adalah mereka yang harus berhasil dan menjaga IPK biar tetap bagus. Sehingga banyak dari mereka yang rela belajar sampai dan mengerjakan tugas. Memang hal ini tidak salah. Namun, banyak di antara mereka yang rela menjadi campushoolic atau study oriented yang menghabiskan waktunya hanya untuk kepentingan kuliah saja, tidak mau mengikuti kegiatan yang lain karena tidak mau kuliahnya terganggu.

Saya percaya bahwa saya bisa mengikuti kegiatan kuliah bukan berarti tidak bisa mengerjakan yang lain. Maksudnya adalah masih ada plenty of time yang bisa kita prioritaskan untuk mencari pengalaman-pengalaman baru yang susah kita dapatkan. Menurut saya kuliah memiliki standar minimal yang harus dipenuhi, mengerjakan tugas, membaca materi berikutnya, dll. Dengan memenuhi standar minimal itulah kita tetap aman berkuliah (secara kualitas pemahaman materi). Apalagi kita pun tidak setiap hari kuliah Senin-Jum’at dari jam 07.00-17.00 Terkadang kita hanya terpaku dengan satu kehidupan yang cukup nyaman, tapi ternyata masih banyak yang bisa digali di zona nyaman yang sekarang ketika kita memberanikan lagi untuk setingkat lebih sibuk.

Jiwa muda kita sedang tumbuh. Kita memiliki kreatifitas yang masih belum ada yang membatasi. Berbeda dengan ketika kita sudah bekerja dan banyak sekali batasan-batasa ideologi yang harus disesuaikan.

Di sinilah kita belajar hal-hal baru yang kita persiapkan untuk dunia kerja: menjalin kerjasama, mengenal berbagai macam orang berdasarkan katar belakang, ilmu tambahan yang praktikal, bergaul, mengenal tempat-tempat baru, dll. Menurut saya ini adalah hal penting dan bukan sebuah aji mumpung, mumpung masih kuliah harus banyak main. Tidak, tapi saya lebih melihat dampak kontributifnya ketika kita mengenal saat ini kita akan merasa lebih siap menghadapi dunia kerja.

Saya meluangkan waktu saya, menjadwal kembali kegiatan saya untuk mengajar siswa, membangun bisnis, menulis, berlatih siaran dan MC dan mungkin sebentar lagi belajar tentang musik dan bahasa Perancis karena saya ingin saya tidak hanya memiliki label mahasiswa yang bagus di kampus saja, tetapi di sisi yang lain juga, yang tidak saya dapatkan dikampus.

“dan ketika ketika lulus, kita menjadi one-packaged graduate”

Pertanyaan Tentang Program Magang Saya

Banyak sekali teman-teman saya yang bertanya mengapa mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra Inggris seolah magangnya tidak seluruhnya nyambung dengan apa yang dipelajari selama kuliah. Saya juga merasakannya. Saat ini saya magang di MQTV di bagian tim pengembang ide cerita, penulis skrip, dan Voice Over, tentunya berbahasa Indonesia. Mengapa? mengapa seperti ini?  dan berikut ini beberapa gambaran institusi tempat teman-teman saya magang, mahasiswa Bahasa Inggris dan gambaran kegiatan magangnya: Continue reading

Yang Kamu Harus Tahu tentang Bahasa dan Sastra Inggris UPI

Tak banyak yang tahu bahwa di UPI ada jurusan Bahasa Inggris untuk non-pendidikan, atau sering disebut Bahasa dan Sastra Inggris. Memang jurusan yang sekarang masih berkembang ini belum lebih terkenal daripada jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, karena banyak orang lebih mengenal UPI sebagai universitas pendidikan, yang mencetak calon-calon guru. Namun, tahukah kamu apa saja yang dipelajari di Bahasa dan Sastra Inggris UPI? Continue reading